Minggu, 22 Januari 2012

Mimpi Terindah Sebelum Mati Cerpen Maya Wulan


RAMADHANI, sekalipun sedang sekarat, aku masih ingat dengan ucapanku pada suatu kali. Di satuan waktu yang lain, berkali-kali kukatakan kelak aku akan lebih dulu pergi darimu. "Mati muda," kataku datar. Dan kau selalu saja mengunci mulutku dengan cara mencium bibirku. Memutus kata-kataku yang menurutmu tidak pantas. Hanya saja pada satu waktu, sebelum akhirnya kita harus berpisah untuk meluncur dihembuskan ke perut bumi, kau sempat menampar pipi kiriku ketika lagi-lagi aku mengulang kalimat tentang kematian itu. Tidak ada lagi ciuman seperti biasanya. Aku berpikir mungkin kau sudah tak bisa bersabar menghadapiku. Atau kau terlalu takut? Padahal aku sudah begitu sering bicara tentang daun yang bertuliskan namaku di ranting pohon itu. Bahwa dia, kataku, sedang menguning dan beranjak kering untuk kemudian bersegera gugur. Usianya sangat pendek, tidak akan sampai menyaingi usia kita di sana.

Tetapi kemudian kita bertemu lagi di tempat yang kita sebut kehidupan. Hanya saja situasi yang ada sangat berbeda. Kita masih seusia, tetapi tidak bisa dikatakan sebagai seorang yang dewasa. Bicara saja kita masih tidak tertata rapi. Ke sana kemari, khas bahasa anak-anak. Semua sangat berbeda dengan apa yang pernah kita lalui bersama di satuan waktu yang lampau. Sebelum kita berdua tertiupkan ke alam ini.

NAFASKU terpatah-patah. Aku merasa sangat lelah. Seperti seorang perempuan renta yang sedang menunggu masa tutup usia. Berjalan hanya dalam khayal yang sesungguhnya kedua kaki tak pernah melangkah kemana pun. Tapi aku memang belum tua. Meski juga tak bisa berlari-lari. Aku hanya terus berbaring dan berbaring. Sejak kepergian ayahku ke surga. Mataku masih menampung sekian banyak buliran bening yang belum mendapat giliran untuk tumpah. Aku terlanjur tertidur. Dan kini, aku bermimpi.

Ayahku berdiri dalam nuansa yang begitu lembut namun terkesan asing bagiku. Aku mencoba memanggilnya, tetapi suaraku tersumbat di tenggorokanku yang kering. Sudah lama sekali aku tidak minum air lewat mulutku. Hanya selang infus itu yang terus menembus tangan kananku selama ini. Ayahku begitu sunyi, seolah tak melihat kehadiranku di sini. Barangkali debur rindu di dadaku yang membuncah tak cukup keras untuk menjadi tanda keinginanku bertemu dengannya?

Aku melihat lagi gambaran ketika ayahku meninggalkanku dan ibuku. "Ayah harus ke luar negeri," kata ibuku padaku suatu malam.
"Untuk apa?" tanyaku.
"Untuk bekerja," sahut ayahku. "Ayah janji tidak akan pergi lama. Kau bisa menandai hari dengan terus mencoreti setiap penanggalan di kalender meja kerja ayah. Setiap hari. Dan tanpa kau sadari, ayah sudah akan kembali di sini."
Aku memasang wajah tak percaya, "Ayah janji?"
Ayahku mengangguk mantap. Ibuku tersenyum melihat tingkahku. Dan aku mengantarkannya ke bandara dengan berat hati.

Selanjutnya, aku disibukkan dengan mencoreti kalender milik ayahku. Tetapi ayahku pergi begitu lama. Sampai aku kelelahan menunggu dan mulai malas mencoreti kalender seperti yang pernah diminta ayah. Aku mulai menangis dan marah pada ibuku, juga semua orang. Tubuhku melemah karena aku selalu menolak makanan bahkan minuman. Aku enggan bicara, termasuk pada teman sepermainanku, Ramadhani. Sampai suatu hari ibuku mengatakan kalau ayahku tidak akan pulang lagi. "Ayah sudah terbang ke surga," katanya.

Sejak itu aku sangat membenci angka-angka. Aku benci penanggalan dan tidak mau melihat kalender terpajang di rumah. Aku benci menghitung sesuatu. Aku juga mulai suka melukai diriku sendiri. Hingga akhirnya aku jatuh sakit dan harus terbaring di rumah sakit yang bagiku baunya sangat tidak enak.

Bayangan ayahku dan nuansa lembut itu perlahan-lahan memudar. Aku mencari-cari dan menajamkan pandanganku, tetapi percuma. Di hadapanku, suasana berganti menjadi demikian putih dan rapat oleh kabut tebal yang mengeluarkan hawa dingin. Satu sosok laki-laki dewasa tampak berjalan menembus kabut menuju padaku. Tubuhnya jauh lebih tinggi dariku. Dia tersenyum dan menggandeng tanganku. Kulit tangannya terasa begitu halus di telapakku.

Sambil mengajakku untuk duduk, laki-laki itu bercerita tentang langit dan menyebut-nyebut surga. Aku teringat pada ayahku dan bertanya kepada laki-laki di sebelahku, "Apa ayahku ada di sana?"
"Benar," jawabnya.
"Di mana?"
"Di langit ke tujuh."
"Apa kita bisa ke sana?" tanyaku tak sabar.
"Kelak kita akan ke sana. Tapi, ada syaratnya."
"Apa syaratnya?" sahutku semangat.
"Kau terlebih dulu harus bisa menghitung jumlah langit itu. Kalau tidak, kau tidak akan bisa sampai ke tempat ayahmu. Karena kau akan tersesat."

"Kalau begitu lupakan! Aku tidak mau menghitung. Aku benci angka-angka!" aku berteriak.
"Di langit, kau juga bisa menghitung bintang-bintang."
"Aku tidak mau menghitung langit atau apa pun."
"Percayalah, kau akan menyukainya."
"Untuk apa aku menghitung bintang-bintang?"
"Mungkin di sana ayahmu juga sedang menghitung bintang-bintang."
"Benarkah?"

Laki-laki itu mengangguk. Aku memeluknya tanpa ragu-ragu. Suasana begitu hening mengurung kami berdua. Aku menyandarkan kepalaku ke dada laki-laki itu. Tidak ada suara apa pun di tempat ini, kecuali detak jantungku sendiri. Degup yang sudah cukup lama ini terasa sangat lemah. Aku menikmati detak jantungku yang menjelma nada indah tersendiri bagiku.
"Apa kita bisa menghitung suara ini?" kataku menunjuk bunyi jantungku.
"Ya, tentu. Hitunglah. Akan sangat menyenangkan kalau kita menghitung sesuatu yang kita sukai."
"Apa suara ini akan selalu berbunyi selamanya?"
"Tidak. Dia akan berhenti, kalau kau sudah mati."
"Mati? Pergi ke surga, seperti ayahku? Begitukah?
"Ya."
"Kalau aku mati, apa aku bisa bertemu ayahku?"
"Tentu saja."
"Aku ingin sekali suara ini berhenti berbunyi," kataku pelan.
"Ibumu akan bersedih jika kau meninggalkannya," jawab laki-laki itu.

"Jangan beritahu ibuku kalau aku mati. Berjanjilah untuk diam. Seperti yang dilakukan ibu padaku dulu, ketika ayah meninggalkan kami."
"Bagaimana dengan temanmu, Ramadhani?"

Aku terhenyak. Ramadhani? Ah, aku melupakannya. Apa aku tega meninggalkannya begitu saja? Tapi…bukankah aku sudah mengatakan hal ini kepadanya dulu, di satuan waktu yang lain? Tentu dia akan mengerti.
Aku baru saja akan mengatakan pada laki-laki itu bahwa Ramadhani akan baik-baik saja jika harus kutinggalkan, tetapi dia telah lenyap dari pandanganku. Aku tidak lagi berada dalam pelukannya. Suasana yang putih berkabut kini berganti dengan taman yang sangat indah dan penuh bunga. Aroma wangi dari kelopak-kelopak yang bermekaran memenuhi tempat yang belum pernah sekalipun kutemui ini.
Saat itu, di kejauhan, aku kembali melihat sosok ayahku berdiri sendiri. Kali ini dia menatap ke arahku dan tersenyum. Aku membalas senyumannya dengan berjalan menujunya. Tetapi pandanganku mendadak mengabur. Aku berjalan terus sampai semuanya semakin tak terlihat olehku. Aku menghentikan langkahku dengan rasa kecewa.
Aku teringat pada teman kecilku. Ramadhani, kalau setelah ini aku harus pergi, maka semua yang kulihat barusan akan menjadi satu mimpi terindah sebelum matiku. Kataku dalam hati.

AKU lihat kau duduk di samping pembaringanku. Matamu teduh tetapi berkaca-kaca. Ruangan rumah sakit ini lebih tampak seperti kamar mayat. Dingin, sepi, dan jiwa-jiwa yang beku. Aku masih tertidur. Sesekali berteriak menyapamu, tetapi kau tak mendengarku. Mimpi yang kulihat masih tersisa dengan kaburnya. Kau takkan percaya, Ramadhani, aku bertemu ayahku dalam mimpiku.

Aku teringat dunia yang lain. Waktu kau, Ramadhani, menciumi bibirku ketika aku bicara tentang mati. Tapi kini kau tampak sedikit berbeda. Wajahmu terlihat sangat ketakutan seolah sedang menonton opera kematian. Dan, ah, Ramadhani, lihat! Ayahku datang lagi. Mimpiku jelas kembali. Dengan cepat aku menenggelamkan diri di gambaran mimpiku.

Di belakangku, ayahku merentangkan tangannya untukku. Dadaku penuh rasa rindu yang tak tertawar lagi. Dan…di arah yang berlawanan, "Hei, itu kau, Ramadhani. Kau juga di sini?" tanyaku. Tapi kau diam. Kaku. Tak lama kemudian kau memanggil namaku dengan sangat pelan. Nyaris tak terdengar olehku. Sebenarnya kau mau aku datang padamu atau tidak?

Aku tak bisa memilih. Antara ayahku dan kau, dalam mimpiku. Napasku sudah total terengah-engah. Ini melelahkan, Ramadhani. Tetapi juga menyenangkan. Pengalaman unik yang tak bisa sembarangan diceritakan. Aku yakin sekali ini jauh lebih menarik daripada menghitung langit atau bintang.
Kemudian semua terpastikan. Seseorang di atas kepalaku, menarik sesuatu dari tubuhku. Ada yang terlepas dengan begitu lekas. Sangat cepat, tetapi sempat membuatku tercekat.

Aku lupa semua mimpiku. Tiba-tiba ayahku sudah memelukku dengan eratnya. Sementara kau menangis di pelukan ibuku, di ujung pembaringanku. Dokter mencabut selang infusku. Aku berteriak untukmu, "Aku akan merindukan ciumanmu, Ramadhani." Tapi lagi-lagi kau tak dapat mendengarku, melainkan hanya terus menangis. ***


.Dear hari Rabu. 9 Februari 2011


Saat itu cuaca menunjukkan kesehatan yang baik2 saja. semua anak cupu2 nie maceh ketawa ketiwi dgn bahagia. Maceh pula menahan jajan ke pak cireng di kantin sekolah tercinta. Rentetan rencana untuk pulang sekolah udah di susun matang. Niat bersenang2 ke sebuah pusat perbelanjaan tengah kota udah dinanti nanti oleh ke-6 anak2 nie.
             Semua berjalan lancar dengan menunggu bell pulang sekolah. Tapi, takdir bercerita lain. Cuaca mulai suram (s'suram anak2 nie...,tp kecuali gw_he.he), kelas seperti bangunan berhantu yang gelap, dan jantung ke-6 anak nie tetap berdetak searah jarum jam (untung kagak copot jantung gw,tp gw heran detak jantung ada alurnya eaw..?!).
             Dari luar sudah terlihat air yang menyembur dari langit (kya pancoran dumz..).pukul 01.30 siang 2 Februari 2011, hujan datang beriringan bell sekolah. Ke-6 anak niie berwajah cengoh di bawah hujan (s'cengoh orang yg hobi.na melamun mandangin ujan,dan hujan d'jadi.in inspirasi bwt coretan.na).
          Mami genjot  hanya pasrah sambil bernyanyi2  dgn HP pinjaman. miss syndrom sibuk menyebar sms. Genyol keranjingan mencet2 HP. Miss Cengoh melongo meratapi kebolosannya pd jam pemadatan terakhir (kasian banget...). Mb.gali melamun dan berdo'a semoga dy tetep bisa pulang (secara law kagak ada yg nganterin,bsa sekarat gw d'skul terpencil kaya gini...). dan makhluk aneh berambut panjang nie,dy sibuk memaki2 hujan sejadi jadinya (dasar aneh..). Ke--6 anak dengan ekspresi cengoh tahun 2011 (byasa ekspresi model baru...) menanti berhentinya hujan di depan kelas XII IPA 3 (yg kelasnya paling gokil..). Berharap rencana mereka tersampaikan (surat kali Zaw...).
              AKhirnya, wlo grimis masih mendera (wuisshh..),ke-6 anak nie tetep melanjutkan perjalanan k'GM. Sebelumnya mereka numpang makan di tempat mami genjot. Bukan gratis! tp makan yang menyiksa saku!(biasa anak muda suka perhitungan ...).
             Gado2 dan KEtoprak sudah mantap masuk perut. makhluk aneh berambut panjang m'bayar gado2 dgn 4 lmbar seribuan. Memalukan! harga gado2 dgn s'butir telur itu adalah 5000 (mkane bawa bekal sndiri dr rumah neng..). Bekal 10000 nya telah luntur 5000.
             Perjalanan terus b'lanjut dgn formasi genyol m'boncengkan miss cengoh, mami genjot dgn miss syndrom, dan mb.gali mmboncengkan makhluk aneh berambut panjang. Mereka s'perti gerombolan babi ngepet yg kelaparan duit (mf gw gag ngrasa tuh,barangkali kalian yang lebih patut...).
             P'jalanan yg optimis percaya tak datangnya hujan,luntur!hujan mendera sebelum GM berada di dpan mata. Semua baju basah merdeka. Dan dingin terus membuntuti di sela2 harapan pulang.
            Inilah awal k'kacauan terjadi. GM berada d'depan mata!Ke-6 anak mulai sumringah menunggu tiba di parkiran walau badan basah kuyup dan dingin mendera.
            Tanpa s'buah aba-aba,t'nyata mami genjot membuat atraksi b'bahaya (lu pikir lg maen sirkus.?!.).Motornya t'guling bebas,badan mami genjot iklas t'timpa sepeda,miss syndom melesat k'arah blakang, jas hujan yg d'pakai mami genjot lenyap dr raganya dan kubangan air hujan m'nanti mereka!
            Mb.Gali mengerem motornya, makhluk aneh b'rambut panjang pun turun dr boncengannya dgn kaki gemetar m'coba mengurangi k'sialan mami genjot. Genyol dan miss cengoh tak brani m'dkati raga mami genjot yg m'ngambang.Semua mata disana m'mandangi mereka,namun tak satu pun m"nolong mereka (gmn mo nolong,yg ada mreka tu sibuk ketawa tau..).Pandangan manusia lain kpda mereka s'perti m'mandang sampah yang t'tinggal d'pinggir sampah.
            Hasil karya dr mami Genjot adalah lengan kanan yg lecet tali tas yg iklas t'putus (untung bkn tangan.e yg putus...). Mereka pun mengundurkan diri untuk masuk K'GM (scara bdan basah kuyup gt mzak mo nkat masuk,yg ad qt jd ng'hibur orang...). Akhirnya mereka b'arah pulan. Kecewa memang mendera, tp k'setiakawanan tetep harus d'jaga (inget tuh sobat...).
             Cerita sial bkan datang dr motor mami genjot saja. Tp tdk jauh dr pandangan mata jatuhnya mami genjot, genyol dan miss cengoh pun mengulanginya. D'rell s'lnjutnya genyol t'guling k'kiri, miss cengoh merosot d'pinggir jalan. Lagi2 semua mata hanya melihat. Tawa ngakak pun m'hiasi wajah mega yg basah. Untungnya tdk ada luka d'atraksi genyol.
             D'jalan menuju pulang ke-6 anak nie hanya ngakak sejadinya (ampe gag peduli orang2 nglihat kaya orang gila...). D'sela2 lampu merah mereka saling b'cerita tentang sialnya hujan siang itu (mungkin tuhan masih sayang pd Qt...).GM tak d'injak tp kubangan m'meluk mereka.b"runtung mb.gali dan makhluk aneh b'rambut panjang dgn spd pinjamannya tdk m'ngulangi atraksi tadi (secara,nasib gw tu emg lbh b'untung...).Dari p'jalanan itu 3 korban telah koma, HP mb.gali,HP miss syndrom,dan Hp mami genjot,lantaran pelukan hujan.

"sampai Qta tar udah b'pisah masing2 m'cari arti hidup s'benarnya,gw gag akan bisa lupa ama pengalaman seru,lucu,dan tolol kayak gini"

http://photos-c.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-ash2/166684_178092935565264_100000936751308_359985_6852337_a.jpg

KLASIFIKASI PENGERTIAN NILAI


NO
WUJUD
JENIS
TUJUAN /FUNGSI
POSISI
TINGKAT KEPENTINGAN
BENTUK NILAI
1.
Potensi
Akademik
Menyempurnakan manusia
Dalam diri
Sangat penting
Seorang orang tua yang membiasakan anak-anaknya memanfaatkan jam wajib belajar dari jam 19.00- 21.00 untuk belajar semaksimal mungkin.
2.
-Kapasitas Keyakinan








- Kualitas
Agama









Etika
Memuaskan hasrat manusia








Menyebabkan manusia tertarik
Pada Objek









Pada objek 
Agak penting









Agak Penting
- Seorang kepala keluarga yang mengharuskan anggota keluarganya untuk shalat 5 waktu dengan tepat waktu.


- Seseorang yang mampu beradaptasi dengan lingkungan yang baru, selalu berpakaian rapi, dan berbicara sopan saat brada di tempat umum.
3.
Kata benda Abstrak
Akhlak
Untuk Nilai
Kondisi Jiwa
Agak Penting
Seorang anak yang yang diajarkan oleh sekolah untuk menjalankan semua perintah Allah dan Menjauhi perintah Allah.
4.
Landasan atau motivasi
Semangat
Untuk Bertingkah laku
Sesuatu yang abstrak
Sangat penting
Seorang teman yang saling memberikan nasehat ketika salahsatunya mengalami suatu kegagalan.
5.
Keyakinan yang digeneralisir
Pendidikan
Pembimbing Menyeleksi  tujuan atau perilaku
Dalam hati / jiwa
Sangat Penting
Orang tua yang memperbolehkan anaknya untuk mengakses internet, namun orang tua hanya memperbolehkan untuk mengakses situs-situs internet yang bersifat positif saja.
6.
Gagasan - Konsep
Ekonomis
Memandang sesuatu yang penting dalam hidup
Ide manusia
Agak Penting
Seorang ayah lebih mementingkan bekerja untuk membiayai anak-anaknya sekolah.
7.
Serangkaian sikap
Akhlak
-    Menggerakkan perilaku atau perbuatan





-    Menolak perbuatan
Sikap Manusia
Sangat Penting
Menolong seorang nenek ketika menyebrang jalan.






Menolak bujukan teman untuk tidak perlu melaksanakan shalat.
8.
Serangkaian Sikap
Intelegansi
-    Menggerakkan atau menyebabkan pertimbangan 






-    Jadi standar atau fisik
Sikap Manusia
Sangat Penting
Orang tua yang menyuruh anaknya mengikuti bimbingan belajar harus mengetahui karakter guru yang sesuai untuk kenyamanan anaknya belajar.

Seorang mahasiswa yang mempunyai prinsip harus lulus dalam jangka waktu 3 tahun kedepan dengan nilai A semua.
9.
Sesuatu
Kesehatan
-    Berguna bagi jasmani dan rohani
Sesuatu atau Abstrak
Penting
Sebuah sekolah yang mengadakan out bound di daerah Tawangmangu untuk menjalin kebersamaan tanpa mengenal perbedaan satu sama lain.
10.
Objek
Sosialisasi
-    Dikehendaki masyarakat
Objek
Agak Penting
Warga yang sudah dianggap remaja diwajibkan untuk mengikuti karang taruna di desanya.
11.
Kualitas
Bakat
-    Berhubungan dengan apresiasi atau minat
Objek
Agak Penting
Seorang anak yang mengikuti tournament basket dalam kegiatan apa pun untuk mendapatkan juara.